Lautan Ilmu
Tampilkan postingan dengan label Story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Story. Tampilkan semua postingan

Sepucuk Surat

2 komentar
“sampai kapan cerita akan melukis luka, menorehkan perih dan imajinasi busuk di langit senja”
Masih ingat, bagaimana dulu kau bercerita, mengurai kisahmu yang kelam dan hitam. Aku tersentak dari lelah dan lamunanku menuju sakit panjang yang tak berkesudahan, setiap kali kau
mengulang hikayat kisahmu itu, kalimat-kalimat yang terujar menjadi tumpukan imajinasi yang menyakitkan hati, jauh sebelum aku mendenganr cerita itu membisik dan mengusik ketenangan bathinku. Pikiran dan imajinasi jauh merangkak dan berlari, sampailah ku pada tujuan kesimpulan, “aku ingin meminangnya”, ikrarku waktu itu, mungkin aku munafik pada diriku sendiri karena hakikatnya aku sakit memendam luka, tapi tak apa, lagian aku sudah terlalu dalam jatuh ke pelukan hatimu, lebih baik ku abaikan rasa sakitku demi harapan mulia kita berdua, sering bathinku berujar, “biarlah masa lalunya menjadi urusan dia dengan TUHAN, masa lalu adalah kenangan entah menyenangkan ataupun menyakitkan kita pantas mengambil pelajaran darinya”, kemaren adalah kenangan, hari ini perencanaan sementara hari esok adalah harapan, “aku ingin belajar lebih realistis melihat hidup ini, masa lalu itu tidak penting, yang penting adalah kamu yang sekarang pitasariku ,,,!”, ujar hatiku, toh kamu sudah berubah, iya kan?!
Pitasari,,,! (maaf kalau aku lancang memanggil namamu), realitas hanya bisa dipahami melalui pemikiran untuk mengerti yang ada, jujur, seandainya aku hanya tertumpu pada perasaan yang diinstalasi untuk menjalani hubungan ini niscaya semenjak cerita kelam itu terdengar sudah ku abaikan dirimu waktu itu, aku setuju dengan nasehat M. Quraish Shihab “tidak sepenuhnya benar pernyataan bahwa CINTA hanya berkaitan dengan hati semata-mata, Tidak ! hati dan pikir harus menyatu, agar cinta yang dibina itu tidak layu, carilah pembenaran rasional untuk  bisikan hati itu demi langgengnya hubungan CINTA (pengantin al-qur’an – hal. 36)” , ingat ! kemampuan potensial manusia adalah akalnya, itulah yang membedakan kita (manusia) dengan hewan. “justru mereka yang terperosok adalah orang yang tak tau akan jati diri dan tidak sadar bahwa dirinya telah diberi kemampuan berfikir”, ujar temanku, aku tau wanita itu lebih dominan memakai perasaan tapi kau tak boleh terlalu memanjakannya, sebab ia gampang dibolak-balikkan, naik-turun dan pasang – surut seperti air dilautan. Bangunlah ! siumilah dirimu dari mimpi barukmu, lihat apa yang ada dan mulailah berfikir untuk merenungi hakikat di balik bungkus bingkisan dunia yang memukau, jangan tercengang melihat keindahan ragawi (visual) sebab kau akan terkecoh, panca indra hanya akan membuatmu percaya, tapi hati dan pikiran justru bisa membuatmu yakin, cinta itu memahami dan mengerti diri sendiri dan orang lain, mengerti dengan tidak membuatnya susah ataupun dibatasi, mengerti diri sendiri hanya akan melahirkan egoisme, sekali lagi mengertilah aku telah memilihmu, perasaan dan pikiranku sudah sejauh ini mengantar kita berdua, mengantarmu untuk merasakan rindu sampai detik ketika kau membaca suratku yang kesannya menasehati. Pitasari ! mengertilah kemiskinan dan kobodohanku, pahamilah ADA-nya aku di sisimu, jauh pergi meninggalkan kampung dan orang tua tercinta, mereka menyemat harapan agar aku tak senasib dengan mereka, beberapa waktu lalu ada seseorang bertanya “tinggal 2 tahun lagi ya kuliahnya?” bathinku tersentak, miris melihat kenyataan di posisiku, aku bigung mau menjawab pertanyaan yang selama ini juga menjadi keresahanku, bagitu banyak waktu yang ku sia-siakan terbuang dan berujung dengan penyesalan. Ku bayangkan wajah ibu akan layu senyumnya seandainya saja ku pulang membawa senampan kegagalan. 4 tahun di tempat perantauan, sudah banyak yang ku habiskan. Segalanya sudah mereka tumbalkan, setiap hari mereka mandi keringat bercibaku dengan lelah dipanggang terik kepanasan, (Hemt, jadi kangen rumah...!)
"ibu"
aku seperti sehelai ilalang
atau mungkin sebatang duri
menancap lukai hatimu

siang memeras keringat
dipanggang terik kepanasan
gejolak inginmuberlapis semangat
lelah letih tak kau hiraukan
tak tauku sedang apa engkau di sana
lama tanpa tegur sapa

membuatku rindu ingin bertemu
ibu,,!!!
bangunkan aku dari lelapku
bopong aku dari resahku
karena aku masih menunggumu
untuk mengetuk pintu hatiku

            demikianlah deskripsi keresahanku akhir2 ini, semoga kau mengerti dan mari mulailah berfikir, kita punya kecerdasan potensial yaitu akal untuk berfikir, jadi mari mulailah belajar menerima dengan hati dan percaya dengan berfikir, hingga akhirnya menjadi yakin. Satu kutipan dari Fauz Noor sebagai epilog dari surat pendosa ini
dunia adalah panggung komedi bagi mereka yang mengandalkan pikiran, dan tragedi bagi orang yang suka mengusung perasaan.
انما الحياةالدنيا الالعب ولهو


 Oleh : Ahmad Mahfud (Universitas Kanjuruhan Malang)




Previous Post Homepage