“sampai kapan cerita akan melukis luka, menorehkan perih dan
imajinasi busuk di langit senja”
Masih ingat, bagaimana dulu kau bercerita, mengurai kisahmu yang
kelam dan hitam. Aku tersentak dari lelah dan lamunanku menuju sakit panjang
yang tak berkesudahan, setiap kali kau
mengulang hikayat kisahmu itu, kalimat-kalimat yang terujar menjadi tumpukan imajinasi yang menyakitkan hati,
jauh sebelum aku mendenganr cerita itu membisik dan mengusik ketenangan
bathinku. Pikiran dan imajinasi jauh merangkak dan berlari, sampailah ku pada
tujuan kesimpulan, “aku ingin meminangnya”, ikrarku waktu itu, mungkin aku
munafik pada diriku sendiri karena hakikatnya aku sakit memendam luka, tapi tak
apa, lagian aku sudah terlalu dalam jatuh ke pelukan hatimu, lebih baik ku
abaikan rasa sakitku demi harapan mulia kita berdua, sering bathinku berujar,
“biarlah masa lalunya menjadi urusan dia dengan TUHAN, masa lalu adalah
kenangan entah menyenangkan ataupun menyakitkan kita pantas mengambil pelajaran
darinya”, kemaren adalah kenangan, hari ini perencanaan sementara hari esok
adalah harapan, “aku ingin belajar lebih realistis melihat hidup ini, masa
lalu itu tidak penting, yang penting adalah kamu yang sekarang pitasariku ,,,!”,
ujar hatiku, toh kamu sudah berubah, iya kan?!
Pitasari,,,! (maaf kalau aku lancang memanggil namamu), realitas
hanya bisa dipahami melalui pemikiran untuk mengerti yang ada, jujur,
seandainya aku hanya tertumpu pada perasaan yang diinstalasi untuk menjalani
hubungan ini niscaya semenjak cerita kelam itu terdengar sudah ku abaikan
dirimu waktu itu, aku setuju dengan nasehat M. Quraish Shihab “tidak sepenuhnya
benar pernyataan bahwa CINTA hanya berkaitan dengan hati semata-mata,
Tidak ! hati dan pikir harus menyatu, agar cinta yang dibina itu tidak layu, carilah
pembenaran rasional untuk bisikan hati
itu demi langgengnya hubungan CINTA (pengantin al-qur’an – hal. 36)”
, ingat ! kemampuan potensial manusia adalah akalnya, itulah yang membedakan
kita (manusia) dengan hewan. “justru mereka yang terperosok
adalah orang yang tak tau akan jati diri dan tidak sadar bahwa dirinya telah
diberi kemampuan berfikir”, ujar temanku, aku tau wanita itu
lebih dominan memakai perasaan tapi kau tak boleh terlalu memanjakannya, sebab
ia gampang dibolak-balikkan, naik-turun dan pasang – surut seperti air
dilautan. Bangunlah ! siumilah dirimu dari mimpi barukmu, lihat apa yang ada
dan mulailah berfikir untuk merenungi hakikat di balik bungkus bingkisan dunia
yang memukau, jangan tercengang melihat keindahan ragawi (visual) sebab kau
akan terkecoh, panca indra hanya akan membuatmu percaya, tapi hati dan pikiran
justru bisa membuatmu yakin, cinta itu memahami dan mengerti
diri sendiri dan orang lain, mengerti dengan tidak membuatnya susah ataupun
dibatasi, mengerti diri sendiri hanya akan melahirkan egoisme, sekali lagi
mengertilah aku telah memilihmu, perasaan dan pikiranku sudah sejauh ini
mengantar kita berdua, mengantarmu untuk merasakan rindu sampai detik ketika
kau membaca suratku yang kesannya menasehati. Pitasari ! mengertilah kemiskinan
dan kobodohanku, pahamilah ADA-nya aku di sisimu, jauh pergi meninggalkan
kampung dan orang tua tercinta, mereka menyemat harapan agar aku tak senasib
dengan mereka, beberapa waktu lalu ada seseorang bertanya “tinggal 2 tahun lagi
ya kuliahnya?” bathinku tersentak, miris melihat kenyataan di posisiku, aku
bigung mau menjawab pertanyaan yang selama ini juga menjadi keresahanku, bagitu
banyak waktu yang ku sia-siakan terbuang dan berujung dengan penyesalan. Ku
bayangkan wajah ibu akan layu senyumnya seandainya saja ku pulang membawa senampan
kegagalan. 4 tahun di tempat perantauan, sudah banyak yang ku habiskan.
Segalanya sudah mereka tumbalkan, setiap hari mereka mandi keringat bercibaku
dengan lelah dipanggang terik kepanasan, (Hemt, jadi kangen rumah...!)
"ibu"
aku seperti sehelai ilalang
atau mungkin sebatang duri
menancap lukai hatimu
siang memeras keringat
dipanggang terik kepanasan
gejolak inginmuberlapis semangat
lelah letih tak kau hiraukan
tak tauku sedang apa engkau di sana
lama tanpa tegur sapa
membuatku rindu ingin bertemu
ibu,,!!!
bangunkan aku dari lelapku
bopong aku dari resahku
karena aku masih menunggumu
untuk mengetuk pintu hatiku
demikianlah
deskripsi keresahanku akhir2 ini, semoga kau mengerti dan mari mulailah
berfikir, kita punya kecerdasan potensial yaitu akal untuk berfikir, jadi mari
mulailah belajar menerima dengan hati dan percaya dengan berfikir, hingga
akhirnya menjadi yakin. Satu kutipan dari Fauz Noor sebagai epilog dari surat
pendosa ini
dunia adalah panggung komedi bagi mereka yang mengandalkan pikiran,
dan tragedi bagi orang yang suka mengusung perasaan.
انما الحياةالدنيا الالعب ولهو
Oleh : Ahmad Mahfud (Universitas Kanjuruhan Malang)